Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam.
Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al An’am: 145)
Sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani dari Tsauban. Imam Nawawi menilainya hasan)
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga bukti terjadinya perzinaan;
Pertama, pengakuan orang yang berbuat zina sebanyak empat kali secara jelas, dan tidak menarik pengakuannya hingga selesainya eksekusi hukuman. Kedua, kesaksian empat laki-laki Muslim adil dan merdeka yang mempersaksikan satu perzinaan pada waktu dan tempat yang sama. Ketiga, kehamilan pada perempuan tak bersuami.
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim bahwa dirinya telah diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf kepada laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat berbeda-beda sesuai fakta.
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti perkosaan, maka laki-laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati jika dia muhshan.
Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti, maka dilihat dahulu; jika laki-laki yang dituduh itu orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh zina, yakni 80 kali cambukan. Jika laki-laki yang dituduh itu orang fasik, bukan orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak dijatuhi hukuman menuduh zina. Wallahu a’lam.
Selengkapnya baca http://
0 komentar: